Dalam masyarakat liberal, civil society adalah embrio bagi liberalisme. Dalam konsepsi Alexis de Tocqueville, tatanan civil society ini dapat dilihat dalam tatanan masyarakat di dalam kota kecil di Amerika. Dimana masyarakat hidup dalam tatanan komunal, tidak tergantung dari campur tangan negara. Dapat mengorganisasi kebutuhan sendiri dan hanya terikat dengan aturan-aturan lokal. Sedangkan negara hanya mampu melakukan intervensi pada hal-hal tertentu. Namun negara masih dibutuhkan untuk membuat peraturan legal. Namun kekuasaannya harus diminimalisir. Kontrol terhadap kekuasaan negara ini dapat dilakukan dengan distribusi kekuasaan dan dilakukannya pemilihan umum secara teratur, jadi kekuasaan monopoli dapat dicegah.
Alexis mendefinisi civil society sebagai wilayah-wilayah kehidupan sosial yang terorganisir dan bercirikan antara lain kesukarelaan (voluntary), keswasembadaan (self generating) dan keswadayaan (self supporting), kemandirian tinggi berhadapan dengan negara dan keterikatan dengan norma-norma atau nilai-nilai hukum yang diikuti oleh warganya.
Tatanan civil society dapat ditemukan pada asosiasi, yaitu sekelompok individu dalam masyarakat yang meyakini satu doktrin atau kepentingan tertentu dan memutuskan untuk merealisasikan doktrin atau kepentingan bersama tersebut. Asosiasi civil society juga melakukan kontrol terhadap negara agar kekuasaannya tidak melampaui ketentuan dalam masyarakat liberal. Asosiasi-asosiasi sosial ini disebutnya sebagai “independent eye” dari masyarakat.
Dalam penelitian de Tocqueville, keberadaan asosiasi masyarakat yang marak di Amerika adalah wilayah milik masyarakat yang steril dari campur tangan negara. Misalnya kelompok gereja dan NGO adalah tipe asosiasi yang memiliki kebebasan. Kedua institusi tersebut membawa individu-individu keluar dari batas-batas kehidupan peribadi menuju proyek sosial yang korelatif dengan ide partisipasi dalam sistem demokrasi. Ide utama Tocqueville adalah bahwa etika liberal yang berhimpitan dengan semangat revolusioner harus segera diakhiri dengan memantapkan dan mengkonstitusionaliasikan kebebasan lewat pembentukan lembaga-lembaga politik. Ia menyebut asosiasi ini sebagai lembaga perantara. Baginya lembaga-lembaga ini yang akan memainkan peran-peran sebagai sebuah jawaban hancurnya rejim-rejim komunis dan otoritarinisme kapitalisme yang keduanya dianggap tidak mampu memberikan tatanan yang membebaskan dan mengalami krisis.
Asosiasi ini akan melebur kepentingan-kepentingan subjektif dalam kepentingan bersama, dan melindungi individu dari negara dan pasar. Maka kemudian civil society dikembangkan agar menjadi kekuatan penyeimbang setelah negara dan pasar. Menjadi harus menjadi alternatif bagi pemikiran Marxian yang menggap negara sebagai aktor yang seharusnya mengambil peran dominan dalam melakukan distribusi ekonomistik.
Permasalahannya adalah tidak adanya instrumen untuk menghalangi hak individu untuk tidak terlibat di asosiasi-asosiasi sosial, padahal di sisi lain, adanya kebutuhan partisipasi.
Tatanan civil society adalah bagian dari demokrasi yang ingin melahirkan kembali hak-hak warga negara sebagai pemilik awal kekuasan dan kedaulatan, mejamin terbukanya partisipasi secara terbuka. Ia juga secara tegas menolak model anarkisme, yaitu tatanan masyarakat tanpa adanya institusi negara.
Namun, ada beberapa telaah kritis terhadap model civil society yang dibawa oleh de Toquiville. Pertanyaan pertama yang belum dapat dijawab oleh Toquiville adalah bahwa civil society ini diharuskan bersih dari kepentingan politik. Ia bukanlah political society dan juga economical society. Civil society tidak dijelaskan sejauh mana dapat melakukan kerja yang korelatif dengan tindakan politik. De Toquiville hanya menjelaskan bagaimana civil society dapat memenuhi kebutuhannya tanpa intervensi negara. Maka satu-satunya yang membedakan political society dan civil society hanyalah pada pratek mencari, mempertahankan dan merebut kekuasaan. Civil society hanyalah menjadi entitas pressure group.
Alexis mendefinisi civil society sebagai wilayah-wilayah kehidupan sosial yang terorganisir dan bercirikan antara lain kesukarelaan (voluntary), keswasembadaan (self generating) dan keswadayaan (self supporting), kemandirian tinggi berhadapan dengan negara dan keterikatan dengan norma-norma atau nilai-nilai hukum yang diikuti oleh warganya.
Tatanan civil society dapat ditemukan pada asosiasi, yaitu sekelompok individu dalam masyarakat yang meyakini satu doktrin atau kepentingan tertentu dan memutuskan untuk merealisasikan doktrin atau kepentingan bersama tersebut. Asosiasi civil society juga melakukan kontrol terhadap negara agar kekuasaannya tidak melampaui ketentuan dalam masyarakat liberal. Asosiasi-asosiasi sosial ini disebutnya sebagai “independent eye” dari masyarakat.
Dalam penelitian de Tocqueville, keberadaan asosiasi masyarakat yang marak di Amerika adalah wilayah milik masyarakat yang steril dari campur tangan negara. Misalnya kelompok gereja dan NGO adalah tipe asosiasi yang memiliki kebebasan. Kedua institusi tersebut membawa individu-individu keluar dari batas-batas kehidupan peribadi menuju proyek sosial yang korelatif dengan ide partisipasi dalam sistem demokrasi. Ide utama Tocqueville adalah bahwa etika liberal yang berhimpitan dengan semangat revolusioner harus segera diakhiri dengan memantapkan dan mengkonstitusionaliasikan kebebasan lewat pembentukan lembaga-lembaga politik. Ia menyebut asosiasi ini sebagai lembaga perantara. Baginya lembaga-lembaga ini yang akan memainkan peran-peran sebagai sebuah jawaban hancurnya rejim-rejim komunis dan otoritarinisme kapitalisme yang keduanya dianggap tidak mampu memberikan tatanan yang membebaskan dan mengalami krisis.
Asosiasi ini akan melebur kepentingan-kepentingan subjektif dalam kepentingan bersama, dan melindungi individu dari negara dan pasar. Maka kemudian civil society dikembangkan agar menjadi kekuatan penyeimbang setelah negara dan pasar. Menjadi harus menjadi alternatif bagi pemikiran Marxian yang menggap negara sebagai aktor yang seharusnya mengambil peran dominan dalam melakukan distribusi ekonomistik.
Permasalahannya adalah tidak adanya instrumen untuk menghalangi hak individu untuk tidak terlibat di asosiasi-asosiasi sosial, padahal di sisi lain, adanya kebutuhan partisipasi.
Tatanan civil society adalah bagian dari demokrasi yang ingin melahirkan kembali hak-hak warga negara sebagai pemilik awal kekuasan dan kedaulatan, mejamin terbukanya partisipasi secara terbuka. Ia juga secara tegas menolak model anarkisme, yaitu tatanan masyarakat tanpa adanya institusi negara.
Namun, ada beberapa telaah kritis terhadap model civil society yang dibawa oleh de Toquiville. Pertanyaan pertama yang belum dapat dijawab oleh Toquiville adalah bahwa civil society ini diharuskan bersih dari kepentingan politik. Ia bukanlah political society dan juga economical society. Civil society tidak dijelaskan sejauh mana dapat melakukan kerja yang korelatif dengan tindakan politik. De Toquiville hanya menjelaskan bagaimana civil society dapat memenuhi kebutuhannya tanpa intervensi negara. Maka satu-satunya yang membedakan political society dan civil society hanyalah pada pratek mencari, mempertahankan dan merebut kekuasaan. Civil society hanyalah menjadi entitas pressure group.
No comments:
Post a Comment