Saturday, September 27, 2008

Karl Marx tentang Civil Society

Karl Marx dalam beberapa hal adalah seorang Hegelian dalam konteks civil society, meskipun banyak kritiknya terhadap konsepsi Hegel. Marx juga menganalisis konsepsi civil society lebih mendalam sampai pada sistem. Marx sepakat dengan Hegel, bahwa civil society berkarakter egois, mendahulukan kepentingan subjektif, dan juga konflik. Marx juga sepakat bahwa tahapan ini harus diakhiri, dengan adanya ruang warga negara.

Namun, ada beberapa perbedaan antara pemikiran Marx dengan Hegel: pertama, Civil society dalam konsepsi Marx, dipahami sebagai masyarakat kelas. Dimana relasi civil society, dan negara dikontrol sepenuhnya oleh bagaimana relasi produksi, distribusi dan hukum-hukum ekonomi. Dan relasi politik adalah derivasi dari relasi ekonomistik (hukum basis struktur menentukan suprastruktur). Kedua, permasalahan di dalam masyarakat bukan hanya antara kepentingan individu bertemu dengan kepentingan individu yang lain. Namun ada unsur eksploitasi di sana. Dimana ada eksploitasi dari modal terhadap buruh, yang mengambil surplus value. Dan dua kontradiksi ini tidak akan pernah dapat didamaikan. Ketiga, Marx juga menolak bahwa setiap asosiasi bisa menjadi alatnya. Sehingga tidak ada asosiasi yang mengakomodasi dua kepentingan, yang didalamnya menampung exploitatator terhadap humanitas dan civil society.

Dalam pandangan Marx, Negara dapat menjadi instrumen bagi kelas bermodal, sehingga prinsip universalitas hanyalah ilusif belaka. Negara bagi Hegel adalah entitas suci, dan kemudian dia mensubordinasikan civil society. Sebaliknya Karl Marx mensubordinasikan negara dan mengangkat posisi civil society di atasnya. Karena civil society adalah ruang dimana terjadi dialektika antara sosial dan politik, antara dominasi dan perlwanan, antara penindasan dan emansispasi. Dengan demikian Birokrasi, sebagai alat negara, bukanlah kelas universal, seperti kata Hegel, tetapi adalah formasi kasta yang menghalangi akses individu ke negara. Ruang-ruang ini ditinggalkan saja oleh revolusi politik, dimana masih terjadinya eksploitasi terhadap individu. Maka individu tidak akan mendapatkan perlindungan dari negara seperti kata Hegel. Karena negara adalah produk sejarah revolusi yang belum selesai, dimana membawa jarak antara wilayah politik dengan wilayah sipil. Sebagai produk dari revolusi yang belum selesai, negara tidaklah bersifat netral, universal dan superior. Tapi negara berada dalam ikatan kelas dimana emansipsi dan pemenuhan hak-hak hanyalah retorika kosong. Negara tidak akan dapat merekonsiliasikan kontradiksi dari dua kelas dalam civil society. Sebaliknya Negara menjadi bagian yang semakin menegangkan kontradisksi itu.

Civil society yang dihasilkan oleh revolusi borjuis telah menghancurkan seluruh eksistensi relasi sosial dan ikatan dari komunitas alami, telah menghalangi akses individual kepada alat-alat produksi, dan membuat individu tergantung pada individu lain yang memilikinya, dan memasukan mereka pada pasar buruh dan barang. Hasilnya adalah kompetisi, egoisme dan mengasingkan mereka dari ikatan sosial.

Namun bagi Marx, civil society bukanlah posisi yang selalu vis a vis dengan negara, seperti kata Hobbes dan Locke, juga bukan tanda dari kedewasaan peradaban. Namun ia hanyalah sebuah tahapan dari sejarah. Ia adalah produk dari industrialisasi. Ia ada dalam tahapan maju dari masyarakat pre-kapitalisme yang ditandai dengan “demokrasi yang tidak bebas” dan ruang dimana orang-orang yang tidak punya kekuasaan dalam relasi produksi diberikan retorika kosong politik tentang kebebasan dan persamaan.

Kondisi civil society sesungguhnya bagi Marx hanya akan ada pada arena yang bebas dari formalitas belaka dan kembali pada penyelesaian kontradiksi dalam relasi produksi. Dalam kondisi negara yang dikuasai oleh kekuatan kapitalisme, civil society adalah kekuatan yang harus diorganisasi untuk menjadi penghancur kelas borjuisme dan memihak pada perubahan revolusif. Perubahan ini ada di dalam salah satu unsur civil society, yaitu kelas proletariat. Dalam kritiknya terhadap Hegel, ia mengatakan kelas universal adalah proletariat. Kelas yang dapat memiliki kualitas ini adalah yang memiliki karekater universal karena mendapatkan penderitaan universal, dimana sudah terdapat kesadaran kolektif tentang emansipasi.

Sedang ketika kekuasaan sosialisme yang berkuasa atas satu negara, maka civil society harus menjadi kekuatan yang mendukung negara menuju tahapan masyarakat yang semakin maju. Dan bagi Marx, sekali lagi, civil society hanyalah sebuah tahapan.

1 comment:

  1. pak,,saya adit hi 2008..mw tanya milis ddip ap pak??kata teman" g bs alamat yg kemaren,,

    oiya pak,,sering posting materi kuliah di mana aja pak??

    ReplyDelete

DPRD KABUPATEN PELALAWAN
SIAK SRI INDRAPURA