Thursday, October 25, 2007

KERJA SAMA RI - G8 DALAM MDGs

Pendahuluan
Pembangunan nasional yang telah ditempuh di masa lalu telah menghasilkan berbagai kemajuan yang cukup berarti namun juga mengandung berbagai permasalahan yang mendesak untuk dipecahkan. Pembangunan masa lalu yang lebih menekankan kepada tercapainya tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi, telah menciptakan peningkatan pendapatan perkapita, penurunan jumlah kemiskinan dan pengangguran, dan perbaikan kualitas hidup manusia secara rata-rata. Meskipun demikian, pembangunan ekonomi yang sangat berorientasi kepada peningkatan produksi nasional, tidak disertai oleh pembangunan dan penguatan berbagai institusi baik publik maupun keuangan, yang seharusnya berfungsi melakukan alokasi sumber daya secara efisien dan efektif. Bahkan proses pembangunan ekonomi yang ditopang oleh sistem represi dan ketertutupan telah melumpuhkan berbagai institusi strategis seperti sistem hukum dan peradilan untuk menjamin kepastian hukum dan keadilan, sistem politik untuk terciptanya mekanisme kontrol dan keseimbangan (checks and balances), dan sistem sosial yang diperlukan untuk memelihara kehidupan yang harmonis dan damai. Hasil pembangunan yang dicapai disertai dampak negatif dalam bentuk kesenjangan antargolongan pendapatan, antarwilayah, dan antarkelompok masyarakat (bdk dengan penjelasan Hettne, 2001).

Malangnya, kesenjangan pembangunan tersebut bermuara pada realitas keseharian rakyat Indonesia adalah hampir 40 juta rakyatnya berada di bawah garis kemiskinan (Kompas, 8 April 2006). Mendapatkan gizi yang baik dan pendidikan yang memadai adalah persoalan besar bagi keluarga miskin. Selain itu, kemiskinan mempunyai pengaruh yang lebih luas dan signifikan terhadap masyarakat dan pembangunan nasional Indonesia. Dengan alasan di atas, Pemerintah Indonesia dan negara-negara maju yang tergabung dalam G8 bekerja sama untuk mengembangkan strategi dan solusi untuk mengentaskan rakyat miskin tersebut dan mempercepat pembangunan nasional.

Analisis
Dalam kerja sama dengan G8, Pemerintah Indonesia mengacu pada Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs),[1] yaitu seperangkat prioritas pembangunan yang ditetapkan oleh dunia internasional untuk memperbaiki kehidupan kaum yang paling rentan. Negara G8 adalah mitra strategis dalam proses ini. Menurut Dwijowijoto (2003), mencocokkan strategi tingkat nasional dengan pelayanan, jaringan, dan perencanaan pada tingkat daerah yang lebih baik, akan menghasilkan perubahan yang nyata dan lebih lama. Proses desentralisasi yang dilakukan Indonesia belum lama ini, menawarkan kesempatan baru untuk memastikan agar rencana-rencana percepatan pembangunan nasional Indonesia selalu memerhatikan kebutuhan setempat. Untuk itu, kerja sama tersebut mencoba menjelaskan bagaimana pendekatan-pendekatan terhadap pembangunan, termasuk yang ditetapkan oleh MDGs,[2] dapat disesuaikan untuk melayani kebutuhan lokal. Negara-negara G8 bekerja erat dengan pemerintah untuk merumuskan solusi yang terbaik, yang memperhitungkan kebutuhan dan tantangan yang dihadapi, dan bersifat fleksibel untuk menampung kebutuhan-kebutuhan Indonesia yang beragam.

Peran utama G8 dalam proses ini adalah untuk membantu menciptakan strategi kerja untuk mengentaskan rakyat dari kemiskinan, dan secara lebih luas, untuk mencapai MDGs. Meskipun jumlah penduduk yang sangat melarat telah turun hingga ke angka sebelum krisis 1997, Indonesia masih mempunyai jumlah penduduk miskin yang tinggi (Kompas, 18 Mei 2007). Cara-cara untuk memenuhi kebutuhan mereka telah bergeser dari tanggapan cepat menjadi strategi dan perencanaan jangka panjang. Pergeseran ini, bersama akibat-akibat desentralisasi, tercermin dalam dokumen strategi pengentasan rakyat miskin yang sekarang. Sasaran utama strategi ini bukan hanya untuk menyediakan sumber daya bagi masyarakat yang memerlukannya, tetapi juga untuk mengembangkan strategi dan metode menuju stabilitas jangka panjang dan kemandirian. Agar dapat lebih menyesuaikan strategi percepatan pembangunan nasional dengan kenyataan di daerah, pemerintah membentuk Tim Koordinasi Nasional untuk merumuskan rencana percepatan pembangunan tersebut. Negara-negara G8 akan terlibat dalam beberapa aspek kerja tim ini, termasuk advokasi, bantuan teknis dan penelitian pada tingkat akar rumput, di paling sedikit lima provinsi dan dua puluh kabupaten.
Dalam pekerjaan ini, G8 berkoordinasi dengan berbagai pihak yang perhatian utamanya adalah memerangi kemiskinan. Masing-masing komponen pekerjaan akan menyumbang pada perkembangan percepatan pembangunan nasional, pencapaian MDGs dan, yang paling penting, untuk membantu mengangkat hampir 40 juta penduduk dari kemiskinan (Kompas, 6 Juli 2007).

Dalam rangka menjawab semua tantangan dalam pembangunan Indonesia 2004-2009, Pemerintah Indonesia bersama anggota negara G8 telah menetapkan tiga agenda pembangunan jangka menengah yaitu: (i) menciptakan Indonesia yang aman dan damai, (ii) menciptakan Indonesia yang adil dan demokratis, serta (iii) meningkatkan kesejahteraan rakyat. Khusus terkait agenda yang ketiga, prioritas pembangunan dan arah kebijakannya adalah sebagai berikut: penanggulangan kemiskinan dan pengurangan pengangguran, peningkatan investasi, revitalisasi pertanian, perikanan dan kehutanan, pembangunan perdesaan dan pengurangan ketimpangan antar wilayah, peningkatan akses masyarakat terhadap pendidikan dan layanan kesehatan yang berkualitas, peningkatan perlindungan dan kesejahteraan sosial, pembangunan kependudukan yang berkualitas, dan percepatan pembangunan infrastruktur.

Catatan Akhir
Walaupun masih banyak permasalahan dan tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan pembangunan di Indonesia, Pemerintah Indonesia telah bertekad untuk memenuhi komitmen pencapaian target MDGs pada 2015, bahkan target pembangunan jangka menengah dalam RPJMN untuk penanggulangan kemiskinan lebih cepat dari target MDGs. MDGs telah menjadi salah satu bahan masukan penting dalam penyusunan Dokumen Perencanaan Pembangunan Nasional. Dialog-dialog dengan semua pihak akan terus diupayakan untuk mencari kesepahaman dan langkah kerjasama konkrit di masa yang akan datang. Hal ini penting untuk dilakukan karena pencapaian MDGs akan lebih mudah dicapai dengan dukungan partisipasi aktif dari swasta dan masyarakat.

Dengan mempertimbangkan bahwa sumber pendanaan dalam negeri pemerintah masih belum sepenuhnya mencukupi untuk membiayai pembangunan, karena itu pemerintah masih memerlukan dukungan internasional bagi pelaksanaan pembangunan. Dalam kaitan itu, Pemerintah berupaya untuk terus meningkatkan kualitas pelaksanaan kerja sama pembangunan melalui penyusunan strategi pengelolaan utang luar negeri, penguatan koordinasi, monitoring dan evaluasi, serta peningkatan harmonisasi pelaksanaan kerjasama internasional secara keseluruhan. Pemerintah Indonesia juga akan terus mendukung upaya mempererat pelaksanaan kerjasama dengan negara G8. Kerjasama ekonomi dan perdagangan antar negara memunyai potensi yang besar untuk terus dikembangkan, untuk meningkatkan kemampuan masing-masing negara dalam rangka mencapai MDGs, serta meningkatkan posisi tawar bersama di lingkungan global.

Referensi
Dwijowijoto, Riant Nugroho. 2003. Reinventing Pembangunan: Menata Ulang Paradigma Pembangunan untuk Membangun Indonesia Baru dengan Keunggulan Global. Jakarta: Elex Media Komputindo.

Hettne, Bjorn. 2001. Teori Pembangunan dan Tiga Dunia. Jakarta: Gramedia.

Millennium Development Goals: A Compact among Nations to End Human Poverty dapat diakses di hdr.undp.org/reports/global/2003/

[1] Pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Milenium Perserikatan Bangsa- Bangsa (PBB) bulan September 2000, sebanyak 189 negara anggota PBB yang sebagian besar diwakili oleh kepala pemerintahan sepakat untuk mengadopsi Deklarasi Milenium. Deklarasi ini menghimpun komitmen para pemimpin dunia yang tidak pernah ada sebelumnya untuk menangani isu perdamaian, keamanan, pembangunan, hak asasi dan kebebasan fundamental dalam satu paket. Dalam konteks inilah, negara-negara anggota PBB kemudian mengadopsi Tujuan Pembangunan Milenium (Millennium Development Goals/MDGs). Setiap tujuan memiliki satu atau beberapa target beserta indikatornya. MDG menempatkan pembangunan manusia sebagai fokus utama pembangunan, memiliki tenggat waktu dan kemajuan yang terukur. MDG didasarkan pada konsensus dan kemitraan global, sambil menekankan tanggung jawab negara berkembang untuk melaksanakan pekerjaan rumah mereka, sedangkan negara maju berkewajiban mendukung upaya tersebut.

[2] MDGs memiliki serangkaian tujuan yang terikat waktu dan terukur. Tujuan-tujuan tersebut telah disepakati oleh 191 negara anggota PBB yang harus dicapai pada 2015, yaitu:[2] (1) memerangi kemiskinan ekstrim dan kelaparan: mengurangi setengah jumlah manusia yang hidup dengan penghasilan kurang dari satu dolar per hari, mengurangi setengah dari jumlah manusia yang menderita kelaparan. (2) mencapai pendidikan dasar yang universal: memastikan agar semua anak lakilaki dan perempuan menyelesaikan tingkat pendidikan dasar. (3) mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan: menghilangkan pembedaan gender pada tingkat pendidikan dasar dan menengah, bila mungkin pada 2005, dan pada semua tingkat pendidikan pada 2015. (4) menurunkan angka kematian anak: mengurangi dengan dua pertiga, angka kematian pada anak-anak balita. (5) meningkatkan kesehatan ibu: mengurangi dengan tiga perempat, angka kematian ibu-ibu hamil. (6) memberantas HIV/AIDS, malaria dan penyakit lain: menghentikan dan mulai membalikkan laju penyebaran HIV/AIDS, dan menghentikan dan mulai membalikkan penyebaran malaria dan penyakit-penyakit utama lainnya. (7) menjamin pelestarian lingkungan (8) membangun kemitraan global untuk pembangunan (Millennium Development Goals: A Compact among Nations to End Human Poverty dapat diakses di hdr.undp.org/reports/global/2003/)

No comments:

Post a Comment

DPRD KABUPATEN PELALAWAN
SIAK SRI INDRAPURA