Thursday, August 21, 2008

Caleg Terpilih dan Revisi Terbatas UU No. 10 Tahun 2008

Belakangan ini, Partai Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Demokrat (PD), Partai Barisan Nasional (Barnas), Partai Bintang Reformasi (PBR), Partai Demokrasi Kebangsaan (PDK), Partai Persatuan Daerah (PPD), dan Partai Damai Sejahtera (PDS) membuat keputusan bahwa caleg yang akan terpilih sebagai anggota dewan dari partai mereka adalah caleg yang berhasil meraih suara terbanyak (proporsional terbuka murni). Keputusan tersebut diambil jika tidak ada caleg yang berhasil memenuhi 30% bilangan pembagi pemilih (BPP).

Artinya, nomor urut dalam daftar caleg tidaklah penting. Akan tetapi guna menghindari munculnya persoalan calon terpilih dikemudian hari setelah pemilu legislatif dilaksanakan, pemerintah dan DPR sebaiknya melakukan revisi terbatas terhadap Pasal 214 Undang-Undang No. 10 Tahun 2008. Lebih dari itu, penetapan calon terpilih berdasarkan suara terbanyak adalah kebijakan yang paling tepat dan demokratis sesuai dengan pilihan rakyat.

Secara langsung, parpol-parpol tersebut di atas cenderung menentukan caleg terpilih tanpa ambang batas. Jadi idealnya UU Pemilu tersebut direvisi dahulu dan diharapkan semua pihak-pihak yang terkait sepakat untuk melakukan revisi terbatas.

Revisi terbatas terhadap UU Pemilu dapat dilakukan apabila didahului pertemuan antara pemerintah dan fraksi-fraksi di DPR. Dengan kata lain pertemuan pendahuluan ini diperlukan supaya ada titik temu yang jelas antara semua pihak. Hal tersebut diperlukan karena begitu melangkah dalam pembahasan revisi di tingkat pansus, diharapkan tidak ada lagi keinginan dari berbagai pihak untuk mengubah pasal-pasal yang lainnya karena hal tersebut justru akan menggoyahkan UU Pemilu itu sendiri.

Selain revisi terbatas, pemerintah juga dapat mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perpu) terkait hal tersebut di atas dan setelah Perpu jadi kemudian diajukan ke DPR untuk mendapatkan persetujuan. Akan tetapi, jika pemerintah dan DPR ada akhirnya nanti tidak ada titik temu maka persoalan tersebut bisa diatasi dengan cara mengeluarkan peraturan internal dari masing-masing parpol.

Peraturan internal itu berupa persetujuan dari calon anggota legislatif untuk mengundurkan diri apabila tidak mendapat suara terbanyak sekalipun yang bersangkutan berada di nomor urut pertama. Dengan adanya peraturan itu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) tinggal mengesahkan calon terpilih sesuai dengan yang diajukan oleh parpol.

Persoalan yang akan muncul di kemudian hari adalah jika suara para caleg tidak ada yang sampai 30%. Hal itu yang harus menjadi keputusan partai yang bersangkutan bahwa siapapun yang memiliki suara terbanyak yang jadi sehingga kekhawatiran akan problem setelah pemilu tidak ada.

Perlu diketahui bahwa, isi dari Pasal 214 Undang-Undang No. 10 Tahun 2008 hanya terkait dengan penetapan calon terpilih dengan membuka peluang bagi parpol untuk menentukan aturannya sendiri. Berdasarkan keputusan parpol tersebut, selanjutnya KPU menetapkan calon terpilih.

Kemudian, yang menjadi permasalahan adalah mekanisme "pengunduran diri". Hal ini terkait dengan bagaimana cara partai-partai mengatur mereka yang tidak mau mengundurkan diri. Alih-alih, Partai Golkar sepertinya paling jelas dan siap mengatur hal ini yaitu dengan menyediakan blanko pengunduran diri (include dalam berkas pendaftaran caleg) jika tidak terpilih nantinya dan bermaterai sehingga memiliki kekuatan hukum.

Namun pada akhirnya nanti, KPU dipastikan tidak akan mau keputusannya digugat terkait dengan penetapan dan pengesahan caleg terpilih yang disebabkan calon terpilih tersebut "terpilih" karena berdasarkan peraturan internal partai. Peraturan internal partai tidaklah cukup kuat karena berada jauh di bawah UU.

Aturan internal parpol mengenai penetapan calon terpilih dengan suara terbanyak akan memunculkan ketidakpastian hukum. Hal ini dikhawatirkan akan berimbas pada KPU, karena akan berhadapan dengan gugatan-gugatan parpol yang kadernya, misalnya, "maksa" tidak mau mengundurkan diri.

Lebih lanjut, penentuan calon terpilih dengan mekanisme suara terbanyak akan memunculkan problem seandainya calon yang berada di urutan atas tidak mau mengundurkan diri, kendati caleg tersebut sudah diikat dengan perjanjian tertentu. Karena bisa saja pada saat tak "terpilih" merekapun menolak untuk mengundurkan diri.

KPU sendiri sejak awal telah menyatakan akan taat pada ketentuan UU Pemilu, yaitu dalam hal tidak ada calon yang memperoleh minimal 30% dari BPP, penentuan calon terpilih ditentukan dari nomor urut. Nah... :)***

No comments:

Post a Comment

DPRD KABUPATEN PELALAWAN
SIAK SRI INDRAPURA